Hari Sabtu tanggal 2 November 2013 hari yang lumayan padat untuk sebuah akhir pekan. Saya dan rekan kerja sudah seharian memutar-mutar kota Magelang untuk mencari rumah seorang pengusaha ikan arwana yang sedianya akan dijadikan agunan untuk pinjaman barunya ke Bank BNI Skc Magelang. Seharian kami lewati dengan mengukur, mengukur, dan mengukur, akhirnya jam 17.00 WIB kami memutuskan untuk pulang dan istirahat sementara pekerjaan akan kami kerjakan kembali pada hari Senin karena datelinenya sendiri masih hari Kamis. Sebelum sampai rumah saya mampir ke angkringan teman kecil dipinggir Jalan Daendels jalur selatan.
Seperti biasa teh manis anget, tahu
susur, dan beberapa tusuk sate kerang saya lahap sore itu sembari
mengobrol dengan beberapa orang yang juga melewatkan sore dengan cara
yang sama. Tiba-tiba pikiran saya tertarik pada obrolan seorang bapak
pengepul rotan dari daerah Garongan, Kulon Progo. Pekerjaan bapak
tersebut terbilang unik karena masyarakat daerah pantai umumnya
mempunyai mata pencaharian petani ladang sementara dia mempunyai
pekerjaan sebagai pengepul rotan. Karena unik tersebut akhirnya
secara spontan saya menanyakan kenapa bisa seorang anak pantai
mempunyai pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan daerah pantai.
Masyarat seperti mereka ini sudah tidak mempunyai pilihan, mereka
hanya bisa pasrah. Singkat cerita beliau menceritakan awal mula dari
pekerjaan dadakan yang sudah dia jalani hamper satu tahun tersebut.
Sebelum mempunyai pekerjaan yang sekarang bapak Imran (begitu dia
memperkenalkan diri) juga mempunyai pekerjaan yang sama dengan
masyarakat daerah pesisir umumnya. Namun satu proyek dari PT Jogja
Magasa Iron atau yang lebih dikenal dengan proyek pasir besi sedikit
demi sedikit mengikis lahan garapan cabai dan semangka milik Pak
Imran dan beberapa tetangganya. “Memang sih mas dapat ganti rugi
tapi itu sebenarnya juga tidak bisa menutup jumlah lahan yang
sebenarnya bisa kami manfaatkan untuk bercocok tanam,” dia
menambahkan penjelasannya. Karena lahan yang sudah habis Pak Imran
akhirnya menganggur tidak mempunyai pencaharian tetap.
Karena menganggur kondisi keuangan
keluarga Pak Imran ikut semrawut. Padahal beliau juga harus membayar
iuran rutin bulanan anak mereka yang sekarang kelas 2 SMP dan yang
kecil kelas 1 SD. Keadaan yang semakin menghimpit & Pak Imran
yang belum mempunyai sumber keuangan tetap terpaksa istrinya ikut
bekerja menghidupi keluarga sebagai resepsionis di salah satu motel
di Pantai Glagah Indah. Motel yang identik dengan perilaku tidak baik
tersebut berdampak dengan tidak berkembangnya perilaku anak mereka
yang masih kecil. Rinto sering rewel dirumah sementara disekolahnya
dia menjadi anak yang sering rusuh. Sadar karena duit yang diperoleh
istrinya duit yang tidak berkah Pak Imran menyuruh istrinya untuk
keluar dari pekerjaan resepsionis. Beliau akhirnya menerima ajakan
temannya untuk berkerja sebagai pengepul rotan didaerah Bantul, saya
tidak tau tepatnya di daerah apa.
Masalah pasir besi sebenarnya juga
tidak melulu di bagian ganti rugi yang belum merata. Masyarakat juga
mencemaskan dampak yang akan mereka rasakan beberapa tahun yang akan
datang. Seperti mereka ketahui bahwa pasir besi adalah salah satu
Sumber Daya Alam yang berfungsi sebagai penahan agar tidak terjadi
erosi ketika ombak dipesisir sedang tinggi. Kalau penahan tersebut
diambil mereka khawatir daerah pesisir akan semakin menipis dan ombak
akan terus-menerus mengikis daratan. “Kalau kamu sempet coba mas
tengok itu daerah saya yang sekarang udah dikeruk pasirnya, saya aja
ngeri mas bayangin kalau besok ada ombak besar dan udah nggak ada
penahan. Masyarakat pesisir juga mas yang jadi korban,” kata Pak
Imran. Sekarang terdapat lobang-lobang besar ditempat yang sudah
diambil pasir besinya. Sama persis dengan kondisi didaerah
pertambangan Pulau Kalimantan yang pernah saya kunjungi beberapa
bulan yang lalu. Namun ini pasti akan lebih berbahaya karena lobang
terletak dipinggir pantai selatan yang sangat identik dengan ombak
tinggi & kencang. Tentu ini bisa menjadi bencana di masa-masa
yang akan datang. Saya tidak bermaksud memprovokasi atau memihak pada
salah satu pihak tapi seharusnya pemerintah melakukan kontrol rutin
didaerah wisata & peduli dengan nasib masyarakat pesisir. Tidak
hanya memikirkan income perusahaan yang sangat tidak sebanding dengan
kerusakan alam di pesisir selatan.