Monday, 4 November 2013

Pasir Besi dan Masyarakat Pesisir Selatan Kabupaten Kulon Progo



Hari Sabtu tanggal 2 November 2013 hari yang lumayan padat untuk sebuah akhir pekan. Saya dan rekan kerja sudah seharian memutar-mutar kota Magelang untuk mencari rumah seorang pengusaha ikan arwana yang sedianya akan dijadikan agunan untuk pinjaman barunya ke Bank BNI Skc Magelang. Seharian kami lewati dengan mengukur, mengukur, dan mengukur, akhirnya jam 17.00 WIB kami memutuskan untuk pulang dan istirahat sementara pekerjaan akan kami kerjakan kembali pada hari Senin karena datelinenya sendiri masih hari Kamis. Sebelum sampai rumah saya mampir ke angkringan teman kecil dipinggir Jalan Daendels jalur selatan.

Seperti biasa teh manis anget, tahu susur, dan beberapa tusuk sate kerang saya lahap sore itu sembari mengobrol dengan beberapa orang yang juga melewatkan sore dengan cara yang sama. Tiba-tiba pikiran saya tertarik pada obrolan seorang bapak pengepul rotan dari daerah Garongan, Kulon Progo. Pekerjaan bapak tersebut terbilang unik karena masyarakat daerah pantai umumnya mempunyai mata pencaharian petani ladang sementara dia mempunyai pekerjaan sebagai pengepul rotan. Karena unik tersebut akhirnya secara spontan saya menanyakan kenapa bisa seorang anak pantai mempunyai pekerjaan yang tidak ada hubungannya dengan daerah pantai. Masyarat seperti mereka ini sudah tidak mempunyai pilihan, mereka hanya bisa pasrah. Singkat cerita beliau menceritakan awal mula dari pekerjaan dadakan yang sudah dia jalani hamper satu tahun tersebut. Sebelum mempunyai pekerjaan yang sekarang bapak Imran (begitu dia memperkenalkan diri) juga mempunyai pekerjaan yang sama dengan masyarakat daerah pesisir umumnya. Namun satu proyek dari PT Jogja Magasa Iron atau yang lebih dikenal dengan proyek pasir besi sedikit demi sedikit mengikis lahan garapan cabai dan semangka milik Pak Imran dan beberapa tetangganya. “Memang sih mas dapat ganti rugi tapi itu sebenarnya juga tidak bisa menutup jumlah lahan yang sebenarnya bisa kami manfaatkan untuk bercocok tanam,” dia menambahkan penjelasannya. Karena lahan yang sudah habis Pak Imran akhirnya menganggur tidak mempunyai pencaharian tetap.

Karena menganggur kondisi keuangan keluarga Pak Imran ikut semrawut. Padahal beliau juga harus membayar iuran rutin bulanan anak mereka yang sekarang kelas 2 SMP dan yang kecil kelas 1 SD. Keadaan yang semakin menghimpit & Pak Imran yang belum mempunyai sumber keuangan tetap terpaksa istrinya ikut bekerja menghidupi keluarga sebagai resepsionis di salah satu motel di Pantai Glagah Indah. Motel yang identik dengan perilaku tidak baik tersebut berdampak dengan tidak berkembangnya perilaku anak mereka yang masih kecil. Rinto sering rewel dirumah sementara disekolahnya dia menjadi anak yang sering rusuh. Sadar karena duit yang diperoleh istrinya duit yang tidak berkah Pak Imran menyuruh istrinya untuk keluar dari pekerjaan resepsionis. Beliau akhirnya menerima ajakan temannya untuk berkerja sebagai pengepul rotan didaerah Bantul, saya tidak tau tepatnya di daerah apa.

Masalah pasir besi sebenarnya juga tidak melulu di bagian ganti rugi yang belum merata. Masyarakat juga mencemaskan dampak yang akan mereka rasakan beberapa tahun yang akan datang. Seperti mereka ketahui bahwa pasir besi adalah salah satu Sumber Daya Alam yang berfungsi sebagai penahan agar tidak terjadi erosi ketika ombak dipesisir sedang tinggi. Kalau penahan tersebut diambil mereka khawatir daerah pesisir akan semakin menipis dan ombak akan terus-menerus mengikis daratan. “Kalau kamu sempet coba mas tengok itu daerah saya yang sekarang udah dikeruk pasirnya, saya aja ngeri mas bayangin kalau besok ada ombak besar dan udah nggak ada penahan. Masyarakat pesisir juga mas yang jadi korban,” kata Pak Imran. Sekarang terdapat lobang-lobang besar ditempat yang sudah diambil pasir besinya. Sama persis dengan kondisi didaerah pertambangan Pulau Kalimantan yang pernah saya kunjungi beberapa bulan yang lalu. Namun ini pasti akan lebih berbahaya karena lobang terletak dipinggir pantai selatan yang sangat identik dengan ombak tinggi & kencang. Tentu ini bisa menjadi bencana di masa-masa yang akan datang. Saya tidak bermaksud memprovokasi atau memihak pada salah satu pihak tapi seharusnya pemerintah melakukan kontrol rutin didaerah wisata & peduli dengan nasib masyarakat pesisir. Tidak hanya memikirkan income perusahaan yang sangat tidak sebanding dengan kerusakan alam di pesisir selatan.